Mungkin kebiasaan kita adalah meraba-raba,
mengukur seberapa dalam rasa yang terjatuh di antara kita,
seberapa keras aku mengetuk hatimu yang tak pernah benar-benar terbuka.
Dan jika semua jawaban sudah kau genggam,
mengapa harus aku terus mengurai diri dalam cermin-cermin keraguan yang tak kau hiraukan?
Kita memulai perjalanan ini dengan luka yang diam-diam kita bawa.
Kita berharap, mungkin suatu saat nanti,
pecahan-pecahan diri ini akan bersatu kembali,
untuk bisa merasakan cinta dalam keutuhan yang pernah hilang.
Tapi, mengapa kau tak melihat,
bahwa rasa cukup itu tak lahir dari hati yang setengah penuh?
Bahwa kepercayaan tak bisa tumbuh di atas bayangan yang goyah?
Bukankah cinta butuh tanah yang kokoh, bukan keraguan yang mengakar?
Ketika aku tak lagi mampu menatap matamu,
aku sadar, aku telah tenggelam dalam kedalaman yang tak kau duga,
jauh sebelum sinar pagi bisa menyentuhku lagi.
Saat harimu tak lagi mampu kupenuhi dengan keberadaanku,
aku tahu, genggamanmu telah lama melepaskan tanganku,
untuk berjalan sendiri, ke arah yang tak lagi mengundangku.
---FIN---