"GOOOOOOOOOOOOOOOL!!!" Adji berteriak kegirangan ketika berhasil membuat gol indah ke gawang Gunawan pada permainan FIFA15. teriakan nya menggema di kamar gue yang kecil ini.
"Yaelah bro, teriak lo kenceng amat, lo masih ketinggalan 3-1" Gunawan sepertinya agak heran .
"Juan Mata salto, kurang keren apa coba"
"Biasa aja kali, ya nggak bro?" Gunawan memandang gue "Bro?"
gue hanya diam, Adji yang masih kegirangan tiba-tiba biasa kembali "Lo kenapa sul?" "gue nggak papa" jawab gue .
"Yaelah, lo udah kayak cewek aja, bilang nya nggak papa, padahal gue tau nih disini" Adji nunjuk dada gue "Disini pasti ada sesuatu yang mengganjal, gue tau, gue udah temenan sama lo dari kelas 1SD"
Mendengar ucapan Adji secara tidak sengaja air mata ini
mengalir begitu saja sesuka mereka tanpa bisa gue hentikan, gue berusaha untuk
menanahan air mata ini, tapi sulit. ibaratnya itu seperti keran yang udah bochor-bochor-_- ngalir gitu aja :")
melihat gue seperti ini Adji sontak mem-pause FIFA15 yang sedang dimainkan nya.
"Oi, jangan nangis, lo kenapa, belum bisa bayar LKS?" Gunawan mencoba menghibur, tapi sepertinya tidak berhasil.
"Cerita, gue sama Gunawan pasti akan membantu lo"
Gue mencoba tegar, gue, gue nggak bisa nahan air mata kampret ini "Gue sadar bahwa gue tiba-tiba dulu menyukai dia" Gue akhirnya.membuka cerita dengan lirih.
"Gue sadar bahwa gue tiba-tiba menghabiskan waktu gue hanya untuk memikirkan dia yang bahkan
mungkin tak peduli sedikitpun pada kehadiran gue. dia punya pacar dan gue sadar. dan gue tetap melanjutkan. gue sadar semua perubahan yang
terjadi pada gue. gue terlalu freak dengan nya, gue... gue...."
Gunawan menenangkan gue "Sudahlah bro, forget about her, there is many girls in our school better than her"
Gue tak terlalu menghiraukan ucapan Gunawan, gue tetap terus melanjutkan "Gue baru sadar ternyata omongan kalian dulu sangat benar adanya, dan sekarang gue terlanjur mencintai orang yang bener-bener salah"
"Gue terlanjur menyayangi orang yang bener-bener tidak pernah
melihat gue" suara gue semakin parau.
"Cukup" Adji memotong kata-kata gue .
"Gue terlanjur peduli
terhadap dia yang tak pernah peka terhadap perasaan gue" Perkataan Adji tak pernah gue hiraukan.
"Dan gue terlanjur menyukai orang yang tak jelas sikapnya
seperti dia, dia tak bisa ditebak"
"Oke teman ceritakan semuanya, gue tau ini berat buat lo" Gunawan mulai membuka nescafe kalengan yang kami beli tadi.
"Maafkan gue Dji, Wan kalian benar tentang kalau gue salah, kalau gue terlalu berharap. Mungkin
saja memang gue salah jika memilih sesuatu yang tidak pasti" Gue berhenti sekitar beberapa detik, suasana kamar gue dimalam hari ini begitu sunyi, tidak riuh seperti biasanya ketika 2 temen gue paling kampret ini tidur dirumah gue .
Dengan nafas yang tersengal gue mulai melanjutkan kata demi kata
"Tapi inilah perasaan gue
yang sebenarnya. gue nggak tau bagaimana dengan perasaan dia, mungkin dia selalu
mengira kalau gue lebay. Tapi.... Entah mengapa gue merasa bahwa dia tak
pernah merasakan apa yang gue rasa. Perasaan kami berbeda. Sikap dia ke gue
juga berbeda, seakan-akan hadirnya diri gue tidak berpengaruh apapun bagi dia. Rasa
peduli dia pun tidak sedalam rasa peduli gue. Apa yang salah dari kami? Apa yang
salah dari cara gue mengagumi dia?
"Dia juga punya perasaan kok sama lo, cuman dia belum bisa melepas cowoknya aja, akan ada waktunya aja kok, santai bro" Adji memukul-mukul pundak gue.
"Dia juga punya perasaan kok sama lo, cuman dia belum bisa melepas cowoknya aja, akan ada waktunya aja kok, santai bro" Adji memukul-mukul pundak gue.
"Gue cuman berharap kalau dia tau. gue ini bukanlah pujangga yang pandai berucap kata, gue bukanlah malaikat penjaga yang selalu bisa berjalan mengiringi. gue bukanlah matahari yang selalu hadir menemani siang hari. dan gue bukanlah sang bulan
yang selalu menemani sang malam yang kelam. gue hanya berusaha untuk menjadi
diri gue sendiri yang hanya mampu berjalan sebatas ini. gue tak akan mampu bila
harus berjalan dikehidupan yang terjal bila ini bukan kehendak Allah swt sang maha pencipta. gue hanya bisa berjalan sejauh mana kemampuan gue. dan gue hanya sanggup berjalan
dikehidupan jika masih diberi kesempatan"
Adji dan Gunawan tertegun mendengar kata-kata yang tak berhenti dari mulut gue sedari tadi, sepertinya mereka tak tau ingin berkata apa.
"Ketika melihat senyumnya, tawanya, candanya, rasanya mulai
berbeda. ada sebuah candu, gue ingin selalu melihatnya tersenyum. bahkan, ingin
sekali gue ikut merasakan apa yang gue rasakan saat itu.
Haruskah gue menyerah untuk itu? Haruskah gue merelakan
semuanya begitu saja? Tidak. dia yang sebenarnya tidak mengerti perasaan gue. dia tidak pernah perduli dengan apa yang gue rasakan. Apakah dia akan mendengar suara hati gue ini? Apakah bila memang dia mendengar suara hati gue ini dia akan terkejut ketika gue sebenarnya mengetahui perasaan dia yang sebenarnya? Perasaan dia.. yang membuat hati
kecil gue tergores.. Apakah dia tersentuh dengan semua kata-kata yang sebelumnya
pernah gue buat untuknya? Apakah sekarang dia bisa mengerti perasaan gue? gue tak
ingin memaksa, ini adalah sebuah perasaan"
"Memang apa yang sebenernya dia bilang ke lo?" Gunawan menanyakan sesuatu yang bikin gue ingat dengan waktu itu. "tanya Adji, dia ngomong lewat BBM Adji"
"What is she said? Can you tell me please?"
"Dia bilang, kalau sebenernya selama ini dia nggak suka sama Sulthan, dia meladeni Sulthan karena dia hanya merasa segan, dan akhirnya mereka menjadi kakak adekan, rasa segan itu semakin bertambah, tetapi entah kenapa pada saat itu, tiba-tiba semua mencapai klimaks, gue kira sih karena cowoknya atau temen cowoknya tau Sulthan suka sama dia, dan pada malam itu dia cerita semuanya ke gue, semua nya, tentang kebohongan yang dia buat supaya tidak menyakitkan hati Sulthan, tetapi ternyata kejujuran itu lebih menyakitkan" Adji mulai menceritakan semuanya.
Gunawan sedikit tertegun "Oh, sekarang gue ngerti, gue tau ini berat buat lo bro"
Gue tertawat sedikit, Adji dan Gunawan melihat gue dengan sedikit heran, mungkin dalam pikiran mereka, apa gue sudah gila? tertawa sendiri karena kesedihan yang begitu mendalam? entahlah gue tak terlalu memikirkan itu saat ini, gue hanya terus berceloteh kata demi kata .
"Dan yang gue dapati adalah sebuah kekecewaan atas tingkahnya.
apa dia merasa bahwa perkataannya menyakiti gue? gue terpojok dalam cinta yang
semu.. cinta yang tak pernah dapat dia hargai keberadaannya. cinta yang
mungkin hanya dia jadikan noda dihatinya, dan dia selalu berusaha untuk
menghilangkan noda itu. seperti dia ingin menghilangkan gue dari hatinya dan
pikirannya saat ini"
"Kadang gue berfikir apakah posisi gue tergantikan? apakah gue
tak lagi dibutuhkan? apakah gue tak berguna? Semua pertanyaan itu terus
membayangi gue, gue nggak tau mengapa gue merasa seperti itu, mungkin gue sangat
salah merasa demikian, tapi gue memang merasa begitu. gue hanya ingin mendapatkan
perhatian.. Perhatian yang bisa membuat gue terhibur dari segala lara.. Bahkan gue berpikir tiada seorangpun yang membutuhkan gue, tak ada yang memperhatikan gue.
Apakah gue tak layak untuk dicintai?"
"Kita butuh lo kok, ya kan?" Adji melirik Gunawan. "Yeah, sure. we very very need yo a lot. anyway, tadi lo bilang tidak ada seorang yang memperhatikan lo, It's too many! many girls gave you an affection to you, forget about her man!"
Gue tersenyum pahit dan tanpa menghiraukan mereka gue tetap melanjutkan.
"gue tau dan gue mulai sadar, bahwa dia sudah menutup rapat-rapat
hatinya. karena yang selama ini nggak gue sadari saat mengirimkan satu pesan untuknya adalah, dia
sedang memerhatikancowok lain. dan yang sangat gue tak sadari saat itu, dia lebih sering tersenyum dan tertawa. dia bahagia karna cowok itu, bukan gue"
"Enough! I dont want see you crying again, it's make my heart sore" Gunawan membekap mulut gue dengan kain gorden.
"Ayolah bro, mari kita lupakan masalah ini, sebaiknya lo tenangkan dulu diri lo"
Gunawan melepas bekapan nya, gue berjalan menuju kasur dan merebahkan diri gue disana, mereka berdua tampak canggung karena tak tau apa yang harus mereka lakukan.
"Terima kasih teman, berkat kalian berdua, gue bisa bernafas sedikit lega"
"Itulah gunanya teman" Adji mulai berjalan ke arah gue dan membisikan sesuatu "Berhubung gunanya teman, utang lo taruhan MU Liverpool kemaren belum lo bayar"
Gue sedikit tertawa "Iya kampret, besok gua bayar"
Adji dan Gunawan pun melanjutkan permainan FIFA mereka, sementara gue? gue hanya berbaring di tempat tidur dan memikirkan apa yang akan terjadi di hari esok.
THE END
Untuk engkau yang jauh disana, yang selalu memalingkan wajah ketika bertemuku , menganggapku nggak pernah ada. Maaf, karena udah berusaha mencari celah antara hubungan kalian berdua.
Aku pasti akan menunggu, tak peduli seberapa lama, seberapa letih atapun seberapa kecewea ketika menunggumu.
Tags:
Eunoia
ini bisa dikategorikan "curhat bermanfaat" gk? :v
BalasHapusTentu saja tidak, karena blog saya isinya bukan tentang curhat bermanfaat :v isinya cuman cerita cerita sampah kehidupan anak SMA :v walau sekedar sampah tapi inilah yang ada di hati saya .
HapusKarena saya adalah anak SMA, bukan orang tua :v
HapusSaya ingin menikmati masa-masa SMA sembari mengejari cita-cita dan masa depan
Anjayy, puitis banget guee :v
BalasHapusBtw, jangan akses mthaqy.blogspot.com lagi dirombak :v
Njirr :v
HapusIni dia :D
BalasHapusApo yg ini dia? :v
HapusTada :v semua tentang jip :3
HapusHahaha, semoga jip baca tulisan ini :'v
Hapus