Kartika Diculik
Seperti biasa pada jam istirahat, Kartika dan teman-temannya bergegas
menuju kantin. Kali ini mereka tidak bersama Hima, karna Hima sudah lebih dulu
berada di kantin.
Sampai di kantin, ia sangat terkejut karena ia melihat ada Dirga yang duduk
di samping Hima. Ia ingin pergi dari kantin. Namun kedua temannya menahannya.
“Lo mau kemana, Ka?” tanya Winda.
“Gue enggak jadi makan.”
“Kenapa? Bukannya lo belum sarapan.”
“Atau lo cemburu liat Kak Dirga sama Hima?” pancing Milly.
“Cemburu? Gue enggak cemburu, kok.” Kenapa ia harus sedih melihat Dirga dan
Hima bersama? Harusnya ia senang karena Dirga mau membuka hatinya untuk Hima.
Ia tak boleh seperti ini.
“Ya udah. Ayo kita gabung sama Hima!” Kartika hanya mengangguk. Mereka pun
segera menghampiri Dirga dan Hima.
“Eh, ada Kak Dirga juga.” ucap Milly.
“Iya, nih. Gue lagi ada urusan sama Hima.”
“Oh,” lanjut Milly. “Boleh kita gabung?”
“Boleh, kok.”
Mereka berlima pun memanggil pelayan kantin dan memesan makanan. Setelah
makanan yang mereka pesan sudah tersedia mereka pun melanjutkan perbincangan.
“Kakak memang ada urusan apa sama Hima?” tanya Winda.
“Gue lagi ada tugas jurnal untuk wawancara seputar ekskul basket. Maka dari
itu gue tanya-tanya aja sama Kak Dirga.”
“Oh. Sejak kapan lo mulainya?” tanya Milly. “Kok gue baru tahu.”
“Belum lama, kok.”
“Oh, jadi untuk beberapa hari ke depan kalian akan deket, dong?” ucap
Winda, kemudian ia memandang ke arah Kartika. Nampak raut sedih di wajah
Kartika.
“Ka, kok lo diem aja, sih? lo sakit?”
“Enggak. Gue baik-baik aja, kok.”
“Ngobrol, dong!”
“Gue ke kamar mandi sebentar, ya!” ucap Dirga.
“Oh, iya.”
“Lo suka sama Kak Dirga?” tanya Hima setelah beberapa meter Dirga pergi.
“Ngaco aja lo, Ma. Gue enggak punya perasaan apa-apa sama Dirga.”
“Terus kenapa lo dari tadi diem aja?”
“Gue enggak apa-apa, kok.”
“Jujur aja, Ka! Lo enggak perlu bohong lagi. Gue enggak akan marah mau
suka sama Kak Dirga. Lo keliatan sedih dengar gue deket sama Kak Dirga.”
“Gue enggak sedih lo deket sama Dirga. Justru gue seneng lo biasa deket
sama Dirga. Mudah-mudahan hubungan kalian bisa berlanjut.” lanjut Kartika. “Gue udah kenyang. Gue ke kelas duluan, ya!” Kartika pun pergi.
Setelah Kartika pergi, Hima nampak lemas. Dan menundukkan kepalanya. Ia pun
mulai meneteskan air mata. “Ini semua salah gue”
“Ini enggak sepenuhnya salah lo, kok.” Winda mencoba meghibur sahabatnya.
“Jatuh cinta itu enggak pernah salah.”
“Lagipula lo kan lagi berusaha untuk mendekatkan mereka lagi.”
“Kalo kamu enggak sanggup, lo enggak usah lanjutin.”
“Kartika aja bisa menahan perasaanya demi gue, kenapa gue enggak bisa?”
“Tapi lo masih sayang kan sama Kak Dirga?”
“Itu semua udah enggak penting,”
***
Siang itu seperti biasa, Kartika menunggu metromini yang akan mengangkutnya
pulang ke rumah di halte depan sekolah. Tiba-tiba ada sebuah mobil jeep hitam
besar parkir di hadapannya. Dua orang berpakaian serba hitam turun dari mobil
tersebut. Salah satu dari mereka mendekap mulut Kartika. Kartika ingin sekali
berteriak, namun saputangan yang telah diberi obat bius itu membuat Kartika tak
sadarkan diri dalam hitungan detik. Dan kedua orang misterius itupun dapat
dengan leluasa memboyong Kartika masuk ke dalam mobil jeep tersebut. Dan tanpa
diketahui orang, Kartika berhasil mereka culik.
Saat Kartika sadarkan diri, tangan dan kakinya sudah dalam keadaan terikat.
Ia sendiri tak mengenal tempatnya berada sekarang. Tempatnya berpijak sekarang
sangat gelap dan tak ada penerang apapun. Di sekelilingnya banyak barang-barang
bekas yang tak ditata rapi. Juga atapnya penuh dengan sarang laba-laba. Tempat
ini sangat menakutkan. Dan nampaknya tempat ini jauh dari peradaban.
“Tolong…” teriak Kartika sekuat tenaga.
Teriakan Kartika membuat kedua orang misterius itu kembali menghampirinya
dan menyalakan lampu.
“Siapa kalian?” tanya Kartika dengan penuh ketakutan.
Jawaban atas pertanyaan Kartika, mereka tuangkan dalam tawa yang memekakan
telinga.
“Mau apa kalian? Apa salah gue sama kalian? Lepasin gue!”
“Kita enggak mau ngapa-ngapain kamu kok, cantik. Kita cuma butuh kamu
sebaga umpan.”
“Apa maksud kalian?”
“Lo tentu kenal dengan orang yang namanya Dirga. Gue kasih tahu sama lo ya, kita berdua punya
dendam sama cowok culas yang namanya Dirga. Dia udah merebut cewek-cewek kita.
Kita akan balas dengan yang lebih sakit dari yang kita rasakan.”
“Apa yang akan kalian lakukan pada Dirga?”
“Kita cuma mau sedikit bermain-main aja sama Dirga.”
“Jangan pernah sentuh Dirga!”
“Oh… ceweknya ngambek, coy!”
“Awas aja kalo sampe kalian buat Dirga kenapa-napa.”
“Kita tunggu aja apa yang akan terjadi. Mungkin sebentar lagi Dirga
datang.”
Sesuai perkiraan orang misterius tersebut, Dirga pun datang. Dirga datang
dengan wajah bersumbat amarah. Semua barang yang ia lewati, ia tendang
sesukanya.
“Mau apa kalian?” teriak Dirga. “Lepasin Kartika! Dia enggak ada
hubungannya sama masalah ini. Kalo kalian punya masalah sama gue. Kita
selesaikan sekarang juga.”
“Santai, Brother!” ucap salah satu dari mereka. “Kita juga enggak akan
ngapa-ngapain cewek polos kayak dia.”
“Oh, iya!” tambah yang satunya lagi. “Kalo lo ada pesan-pesan terakhir, gue
kasih kesempatan buat kalian lima menit. Mulai dari sekarang!”
Dirga menghampiri Kartika dengan tergesa-gesa. “Lo enggak apa-apa, kan?”
“Gue enggak apa-apa.” Mata Kartika berkaca-kaca. “Ngapain lo harus
kesini? Mereka cuma mau jebak lo”
“Soalnya mereka nyulik lo. Mereka akan ngapa-ngapain lo kalo gue enggak
dateng.”
“Kenapa lo harus pikirin gue?” Kartika mulai menangis.
Dirga menghapus air mata Kartika. “Karna gue enggak mau lo kenapa-napa.”
“Tanpa lo kesini juga, gue akan berusaha kabur.”
“Lo tenang aja. Gue janji akan bawa lo keluar dari tempat ini.”
“Dirga lo mau ngapain?”
“Waktu habis!” ucap salah satu orang tak berperikemanusiaan itu. Dan
kemudian ia pun menendang punggung Dirga sampai Dirga terpental jauh.
“Dirga…” teriak Kartika.
Perkelahian pun dimulai. Sesekali Dirga tersungkur mencium bumi. Namun ia
belum menyerah, ia terus berusaha melawan dua orang yang telah menculik
Kartika.
Kartika tak kuasa melihat Dirga dipukuli sampai babak belur seperti itu. Ia
berteriak dan menagis sejadi-jadinya. Tapi air matanya tak akan membantu Dirga.
Ia pun berusaha melepaskan tali yang membelenggunya sejak tadi.
Dua lawan satu. Tentu saja yang menjadi pemenangnya adalah kubu yang
memiliki kekuatan dua kali lipat. Untuk kesekian kalinya, Dirga kembali
tersungkur jatuh. Dan sekarang dirinya sudah tak kuasa lagi menopang berat
tubuhnya. Ia tak bisa bangun lagi untuk melawan dua orang yang tak beridentitas
itu.
“Dirga…” teriak Kartika memekakan telinga. Dan sekarang tali yang mengekang
gerak tubuhnya sudah dapat terlepas dari tangan dan kakinya. Dan ia pun segera
menghampiri Dirga. Sebelum itu, Kartika menyempatkan diri untuk memukul kedua
penjahat itu dengan sebilah kayu usang yang tergeletak di sudut ruangan.
“Dirga,” rintih Kartika. “Lo kenapa harus ngelakuin ini semua? Gue enggak
mau liat lo kayak gini. Lebih baik gue yang babak belur daripada harus liat
lo terluka.”
“Karna gue sayang sama kamu,”
Dan untuk babak terakhir dari drama ini, Si Penculik mengeluarkan sebilah
pisau. Dirga melihat gerak-gerik Penculik tersebut. Dan ia segera memeluk erat
Kartika. Sebilah pisau pun menancap pada punggung Dirga. Dan Penculik itu pun
segera meninggalkan Kartika dan Dirga yang mulai bersimbah darah.
“Aaaa…” teriak Kartika memecah keheningan malam.
Pelukannya pada Kartika mulai melonggar. Dan dalam hitungan detik Dirga
sudah tak sadarkan diri. Matanya tertutup dan tangannya dibiarkan tergeletak
lemas di atas lantai.
“Dirga bangun!” Kartika mulai menangis.
“Kenapa lo lakuin ini? Kenapa lo enggak biarin gue yang mati. Gue enggak minta lo lakuin hal bodoh ini. Dirga bangun! Lo jangan tinggalin
gue. Gue enggak mau kehilangan lo. Gue sayang sama lo. Kemaren gue bohong.
Gue bohong gue enggak cinta sama lo. Gue nyesel udah lakuin itu sama lo.
Gue mohon buka mata lo! Bangun dan dengerin gue bilang cinta sama lo.”
Dan tiba-tiba mata Dirga kembali terbuka. “Serius lo?”
Sontak Kartika terkejut karna Dirga bisa bangun dan berucap kembali.
“Cut! Cut!” ucap seseorang yang tengah memegang sebuah handy cam.
“Drama yang sungguh menarik.” tambah seseorang lagi sambil bertepuk tangan
yang diiringi dengah tawa ringan.
“Ini ada apa, sih?” tanya Kartika heran sambil menghapus air matanya
“Acting kamu bagus loh, Ka” ucap Milly yang memegang handy cam.
“Sungguh drama yang bagus. Gue sampe nangis liatnya.” tambah Winda yang
berada di sebelah Milly.
“Kalian sekongkol untuk bohongin gue?” ujar Kartika geram.
“Kalo barusan itu kisah nyata, so sweet banget tahu enggak.” tambah Evan.
“Tapi sumpah! Sakit banget pas lo pukul tadi.”
“Siapa suruh ngerjain gue?"
“Kartika. Kalo kita enggak lakuin ini semua, kita enggak akan pernah buat
lo bilang cinta sama Dirga.” ujar Fathan sembari melepas topeng yang
menghalangi ketampanan wajahnya.
“Kapan gue bilang cinta sama Dirga?” ucap Kartika dengan tampang yang tidak
terjadi apa-apa.
“Lo mau liat rekaman videonya?”
“Direkam juga? Kalian dibayar berapa sih sama Dirga? Kalian jahat banget
sama gue.”
Semua hanya tertawa. Di tempat itu juga terdapat Hima yang sedari tadi sama
sekali belum mengeluarkan suaranya.
“Lo juga jahat sama gue.” ucap Kartika seraya memukul-mukul Dirga.
“Aw… Ampun! Ampun!” rintih Dirga.
“Lagilagi gue dikerjain. Gue enggak suka lo lakuin itu lagi. Gue udah
khawatir berat. Tapi ternyata ini cuma rekayasa. Percuma gue khawatirin lo.”
“Jadi kalo semua ini beneran, lo khawatir sama gue?”
“Enggak juga, sih! Siapapun orangnya kalo dia dipukulin di hadapan gue,
pasti gue khawatir, lah.” ucap Kartika dengan wajah memerah.
“Lo juga akan bilang cinta sama orang itu?”
“Maksud lo apa, sih?” Kartika pun kembali memukul-mukul Dirga.
“Sakit. Ampun! Ampun!”
Semua yang berada di ruangan itu hanya tertawa melihat kepolosan Kartika. Hima
hanya tersenyum. Sekarang ia sudah memenuhi janjinya. Janjinya yang akan
mengembalikan tawa Kartika. Dan ia pun pergi dari ruangan tersebut tanpa pamit.
“Hima tunggu!” seru Kartika. Ia pun segera menghampiri Hima. Diikuti Dirga
di belakangnya.
“Ada apa, Ka?”
“Ka. Gue minta maaf. Gue udah berusaha untuk tidak terus dihantui
bayang-bayang Dirga. Tapi semakin keras gue berusaha, justru malah semakin gue sayang sama Dirga. Kalo lo mau marah, mau tampar gue. Gue terima, kok!”
Kartika menyodorkan pipinya.
“Kenapa gue harus marah? Kenapa juga lo merasa bersalah jatuh cinta sama
Kak Dirga. Gue memang suka sama Kak Dirga. Tapi suka itu hanya sebatas seorang
penggemar terhadap idolanya. Gue malah seneng karna idola gue dapetin cewek
sebaik lo”
“Hima…”
Hima meraih tangan Kartika dan Dirga dan menyatukan keduanya. “Jagain
Kartika, ya! Kalo kamu sampe macem-macem, aku sendiri yang akan langsung turun
tangan.”
Dirga hanya tersenyum.
Hima pun pergi. Mata Kartika dan Dirga bertemu dan mereka pun berpelukan.
Dirga mengajak Kartika ke sebuah tempat yang sudah ia dekorasi dengan
berbagai pernak-pernik yang mengambarkan suasana romantis. Takjub Kartika
melihat sekelilingnya. Penuh dengan lampu yang berkelap-kelip. Cahaya bintang
pun kalah dengan cahaya lampu yang didekorasi Dirga. Dan ratusan lilin yang
menyala-nyala di sekitarnya. Dirga mempersilahkannya duduk di bangku panjang.
“Biasa aja kali terkesimanya.”
“Ini semua lo yang bikin?”
“Emang menurut lo siapa?”
“Baru kali ini gue diajak cowok ke tempat kayak gini. Kak Adnan aja enggak
pernah kasih kejutan sama gue sampe segininya.”
“Lo suka?”
“Suka banget. Lo buat ini khusus untuk gue?”
“Ya, iyalah. Siapa lagi?”
“Makasih, ya!” Kartika masih melihat sekelilingnya. Sungguh tempat yang
sangat indah. Mungkin baginya ini adalah surga dunia. “Gue boleh tanya
sesuatu?”
“Tanya aja.”
“Gue heran sama lo, kenapa lo bisa jatuh cinta sama gue? Padahal
puluhan cewek yang suka sama lo jauh lebih cantik dari gue.”
“Karna lo satu-satunya cewek yang paling beda dari puluhan cewek yang
naksir sama gue. Lo yang paling enggak cantik dan enggak pinter.”
“Bener ya, gue enggak pernah ada bagus-bagusnya di mata lo.”
“Tapi lo suka kan sama gue?”
“Siapa bilang gue suka sama lo?”
“Enggak usah bohong lagi deh, Ka. Mau lo berusaha sekeras apapun untuk berbohong,
tapi mata lo akan menyebutkan yang sebaliknya.”
Kartika pun menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.
“Ka…”
“Apa?”
“Gue mau minta sesuatu dari lo.”
“Lo mau apa?” Kartika mendekap dadanya dan memandang curiga pada Dirga.
“Lo pikir gue cowok apaan?”
“Terus kamu minta apa dari gue?”
“Gue mau lo bilang ‘Kak Dirga, aku cinta sama kamu’.”
“Kenapa harus?”
“Karna gue mau.”
“Kak Dirga…” ucap Kartika tergagap. “Aku… aku… cinta sama kamu.”
Dirga pun hanya tersenyum. Ia senang mendengar apa yang baru saja terucap
dari mulut Kartika. “Ka…”
“Apa lagi?”
Wajah Kartika memerah seketika, ia jadi salting, tapi akhirnya ia
mengangguk sambil berkata, “Ya. Aku mau.”
“Mau apa?”
“Aku mau jadi pacar kamu.”
Setelah mendengar jawaban Kartika, Dirga mulai mendekatkan tubuhnya pada
Kartika. Dan sebuah kecupan manis membekas pada pipi Kartika. Membuat pipi
Kartika semakin memerah. Ia pun kemudian memeluk Kartika.
“Oh, iya. Aku punya sesuatu buat kamu.” Dirga mengeluarkan sesuatu dari
jaketnya. Benda itu masih ada dalam genggamannya. Dirga pun menyuruh Kartika
menutup mata. Tanpa berkomentar, Kartika mengikuti mau Dirga.
Genggamannya ia buka, dan sebuah kalung indah berliontinkan bintang pun
tergantung pada salah satu jemarinya. “Buka mata kamu!”
Kartika tak sanggup berkata-kata lagi. Keromantisan Dirga membuatnya diam
seribu bahasa. Ia mengambil kalung tersebut, dan diamatinya dengan seksama.
“Kamu suka?”
Kartika hanya mengangguk. “Kenapa harus bintang?”
“Karena kamu adalah penerang dalam hidup aku yang semula gelap tanpa bulan.
Kamu adalah bintang terindah dan yang paling terang yang memberi cahaya dalam
hidup aku.” Kartika hanya tersenyum pada Dirga.
“Sini aku pakein!” Kartika mengangkat rambutnya. Dan kalung indah itupun
menggatung indah pada leher Kartika. “Kamu cantik.”
***
Pada jam istirahat, pandangan Donny tak bisa lepas dari Hima. Dan diam-diam
Kartika, Milly, dan juga Winda memperhatikan gerak-gerik Donny.
Ketika Hima pergi mengambil makanan yang dipesan olehnya dan ketiga
temannya, Kartika, Milly, dan Winda pun segera menghampiri Donny dan
mengagetkannya.
“Aduh, yang lagi perhatiin Hima, asyik banget, nih!” ucap Kartika.
“Kalian ngagetin gue aja.”
“Lo suka sama Hima?” tanya Milly kemudian.
Donny hanya terdiam.
“Ngaku aja lagi. Tatapan lo itu enggak bisa bohong.” tambah Winda.
“Kalo lo mau lebih deket sama Hima, nanti sore kita tunggu di café
Miracle.”
“Kalian serius?”
“Temui kita jam 16:00.”
Kartika, Milly dan Winda kembali ke tempatnya semula.
“Kalian darimana aja, sih?” tanya Hima. “Pergi enggak bilang-bilang.”
“Kita cuma abis dari kamar mandi.” jawab Kartika.
Esok paginya, Donny datang ke sekolah dengan gaya penampilannya yang
berubah 180 dari sebelumnya. Penampilannya jauh
dari Donny yang dulu. Sekarang ia sudah seperti siswa-siswa lain yang
berpenampilan keren. Gaya berjalannya pun sekarang sudah berubah. Semua mata
tertuju padanya karna perubahannya itu. Ia pun segera menghampiri Hima yang
tengah duduk sendiri di bangku taman sekolah.
“Pagi, Hima!” sapanya.
“Lo Donny?”
“Ya, gue Donny. Boleh gue duduk?”
“Oh, boleh.”
“Ma, boleh kan gue jadi temen lo?”
“Bukannya kita memang udah temenan. Semua yang ada di sekolah ini adalah
temen gue.”
“Ya, gue hanya ingin lebih deket sama lo.”
“Kalo mau lebih deket sama gue, tetaplah jadi diri lo yang apa adanya.
Enggak usah berubah kayak gini buat deket sama gue. Gue lebih suka lo yang
dulu.” Hima pun pergi.
Donny menjadi tersenyum-senyum sendiri. Kemudian ia beranjak dari tempat
duduknya. Dan melompat-lompat kegirangan. Setiap orang yang berlalu-lalang
dihadapannya, selalu saja ia jabat tangan orang-orang tersebut. Jelas
orang-orang itu merasa keheranan. Apa yang terjadi pada Donny? Donny sedang merasakan
indahnya jatuh cinta. Justru aneh jika Donny tidak melakukan hal-hal gila. Tapi
orang-orang itu tak tahu. Dan mereka menganggap Donny gila.
Di balik pintu kelas diam-diam Kartika, Milly, dan Winda memperhatikannya.
Mereka juga ikut merasakan kegembiraan yang menyelimuti hati Donny. Ternyata
tanpa mengubah penampilan Donny, Hima mau lebih dekat dengan Donny.
***
Bersambung :v chapter selanjutnya part terakhir XD
Bersambung :v chapter selanjutnya part terakhir XD
Tags:
Kisah